DEMOKRASI INDONESIA
A.
Demokrasi
Sejak
Presiden Uni Soviet Mikhael Gorbachev melancarkan glasnost dan prestroika pada
akhir dekade 80-an, maka angin perubahan (demokratisasi) terus membesar
menghancurkan simbol-simbol otoritariantisme di Uni Soviet dan negara-negara
satelitnya. Musim semi demokrasi yang mulai mekar sejak awal dekade 90-an itu
ternyata masih terus berlangsung hingga saat ini. Gelombang demokratisasi yang
melanda berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji.
Istilah
demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” (rakyat) dan
“kratos/kratein” (kekuasaan) yang berarti “rakyat berkuasa” (government of rule
by the people). Berbagai upaya pendefinisian istilah demokrasi umumnya
diletakkan pada dasar pemerintahan dari rakyat (demos), bukan kaum aristokrat,
monarkhi maupun ulama, dan ini tercermin dari definisi demokrasi sebagai
berikut :
Aristoteles
: sebuah konstitusi (politea) diartikan sebagai sebuah organisasi dari sebuah
kota (polis) yang secara umum memberikan perhatian pada pejabatnya saja,
khususnya pejabat yang memiliki kedaulatan dalam keseluruhan masalah. Dalam
demokrasi negara kota misalnya, rakyat (demos) yang berdaulat. . . bentuk
pemerintahannya disebut dengan nama umum . . . pemerintahan yang
konstitusional. Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan, dicurahkan hanya untuk
kebaikan kaum miskin.
Oxford
English Dictionary : pemerintahan oleh rakyat, bentuk pemerintahannya terletak
pada kedaulatan rakyat secara menyeluruh, dan dijalankan secara langsung oleh
rakyat atau oleh pejabat yang dipilih oleh rakyat.
E.E.
Schattschneider : sistim politik yang kompetitif dimana terdapat persaingan
antara para pemimpin dan organisasi dalam menjabarkan alternatif kebijakan
publik, sehingga publik dapat turut berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan.
Philippe
C. Schmitter dan Tery Lyn Karl : sistim pemerintahan dimana penguasa
mempertanggung jawabkan tindakannya kepada warga negara, bertindak secara
langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan wakil-wakil rakyat.
Tatu
Vanhannen : sistim politik dimana kelompok-kelompok yang berbeda secara legal
merupakan entitas yang berhak berkompetisi untuk mengejar kekuasaan. Pemegang
kekuasaan institusional dipilih oleh rakyat dan bertanggungjawab kepada rakyat.
Menurut
Robert Dahl demokrasi memberi kesempatan untuk :
a)
Berpartisipasi
secara efektif
b)
Setara
dalam hak suara
c)
Mencapai
pemahaman yang baik
d)
Menjalankan
kontrol akhir terhadap agenda
e)
Melibatkan
orang dewasa
Definisi paling singkat untuk
istilah demokrasi ialah “government of the people, by the people and for the
people” (kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).
SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI
Umumnya orang menganggap
demokrasi baru ada di masa Yunani Kuno (500 SM) dikaitkan dengan istilah demos
dan kratos, kata dasar istilah demokrasi. Pendapat Yves Schemell dalam
tulisannya berjudul Democracy before Democracy disebutkan bahwa nilai demokrasi
sebenarnya sudah ada sejak mas Mesir dan Mesopotamia kuno. Saat itu mereka
telah membentuk banyak dewan dan majelis yang jauh lebih demokratis dibanding
polis Yunani. Selain itu mereka juga lebih bebas berbicara yang kadang sampai
membuat telinga para pemimpin menjadi merah. Negara-negara yang berdaulat
dikenal sebagai polis atau negara kota (city-state) dengan masyarakat dan
undang-undangnya sendiri. Dari sekitar 300 polis yang bertebaran di Yunani, ada
dua diantaranya yang terkenal yaitu Athena dan Sparta.
Mengenal demokrasi di masa
Romawi Kuno, Polybios, sejarawan Yunani yang datang di Roma pada abad 2 SM
memuji konstitusi Romawi kuno sebagai rejim yang berhasil memadukan antara
elemen monarkhi, aristokrasi dan demokrasi. Orang romawi menamakan sistem mereka
suatu Republik, dari kata Yunani “res” (kejadian) dan “publicus” (publik). Secara
bebas republik bisa diterjemahkan sebagai “sesuatu yang menjadi milik rakyat”.
Di abad pertengahan, tonggak perkembangan demokrasi berawal di Inggris,
ditandai dengan lahirnya Magna Charta tanggal
15 Juni 1215 yang berisi semacam kontrak antara Raja John dengan sejumlah
bangsawan. Di masa pencerahan (The Enlightenment) muncul filsuf besar, Rene
Descartes (1596-1650) dengan ucapannya yang termashyur “cogito ergo sum” (saya
berpikir maka saya ada). Pemikirannya melahirkan gagasan baru mengenai
kombinasi antara kebebasan individu dengan sistem aturan masyarakata di bawah
sistim otoritarian Eropa masa itu.
Tahun 1688 di Inggris terjadi
revolusi yang dikenal sebagai The
Glorious Revolution, yang memaksa raja Willem III menangani Bill of Right (1689). Kejadian itu
mengawali babakan baru kehidupan demokrasi di Inggris yaitu pengalihan kekuasaan
dari tanagn raja ke parlemen atau dengan kata lain peralihan dari kerajaan ke
sistem parlementer. Di masa berikutnya John Locke (1632-1704) dalam
publikasinya berjudul Two Treatises of Civil Government mencoba menjustifikasi
sistem pemerintahan yang berlaku saat itu yaitu monarki absolut. Dikatakannya
bahwa stuktur politik seharusnya didasarkan pada persamaan penuh dan kebebasan
dibatasi hanya karena harus menghormati satu sama lain dalam kerangka hidup
bersama dan damai.
Montesquieu dalam The Spirit of
Laws (1748) menulis bahwa despotisme adalah bentuk pemerintahan yang buruk.
Yang terbaik ialah sistem kebebasan,yang warganegaranya memiliki hak untuk
melakukan apa saja sepanjang tidak melanggar hukum. Rousseau dalam bukunya
Contract Social justru mengidamkan demokrasi langsung seperti di masa Yunani
Kuno. Menurut dia jika rakyat harus hidup menurut undang-undang yang tidak
mereka buat sendirir, berarti mereka tidak bebas dan kan menjadi budak.Keadaan
akan sedikit berubah jika badan pembuat undang-undang dipilih oleh rakyat,
karena undang-undang merupakan ekspresi “kehendak umum” atau kebenarannya
sesuai dengan semboyan Vox populi vox
Dei (suara rakyat, suara Tuhan). Dalam konsepsi Rousseau tidak diperlukan
adanya partai politik (parpol), kelompok ataupn organisasi.
The Declaration of Independence, Thomas Jefferson menegaskan bahwa pemerintah bersandar pada “persetujuan
dari yang diperintah”. Declaration of
Human Rights pada bulan Desember 1984 dianggap sebagai tonggak sejarah
demokrasi, karena keberadaanya merupakan ekspresi perlawanan manusia terhadap
tirani dan penindasan individu.
TIPE-TIPE DEMOKRASI
Menurut David Collier dan
Steven Levitsky setidaknya ada kurang lebih 550 jenis demokrasi yang kini
berkembang di dunia. Dengan menerapkan teori bandul, yang dimulai dari negara
yang kadar demokratisasinya paling rendah hingga yang paling tinggi, maka dapat
ditentukan adanya empat titik perkembangan demokrasi, yaitu :
a.
Rejim
otoritarian
b.
Demokrasi
elektoral
c.
Demokrasi
liberal
d.
Demokrasi
penuh
Adapun tipe demokrasi yang umum diimplementasikan
di dunia dewasa ini ialah:
1)
Demokrasi
langsung (direct/participatory democracy) atau demokrasi “asli” seperti yang
berlaku di polis Athena di masa Yunani Kuno
2)
Demokrasi
perwakilan (representative democracy)
a.
Demokrasi
parlementer
b.
Demokrasi
presidensial
c.
Demokrasi
campuran
3)
Demokrasi
yang didasarkan atas model satu partai
B.
Demokratisasi
GELOMBANG DEMOKRATISASI
Demokrasi
dibedakan dari demokratisasi yang hakikatnya merupakan proses menuju demokrasi.
Robert Dahl mengartikan demokratisasi sebagai proses perubahan dari rejim
otoriter menuju ke poliarkhi yang di dalamnya memberi kesempatan berpartisipasi
dan liberalisasi lebih tinggi.
Menurut
Samuel Huntington ada beberapa syarat agar demokratisasi dapat berjalan yaitu :
a.
Berakhirnya
sebuah rejim otoriter
b.
Dibangunnya
sebuah rejim yang demokratis
c.
Pengkonsolidasian
rejim demokratis itu sendiri
Huntington menyebut proses
perkembangan demokrasi tersebut dengan istilah Gelombang Demokratisasi. Untuk
itu dia membagi negara dalam 12 kategori, dari kategori A sampai L.
Pengkategorian tersebut bukan didasarkan pada kualitas pelaksaan demokrasinya,
tetapi sejak kapan negara tersebut mulai mempraktekkan demokrasi.
a.
Demokratisasi
Gelombang Pertama (1828-1926)
b.
Gelombang
Demokratisasi Balik Pertama (1922-1942)
c.
Gelombang
Demokratisasi Kedua (1943-1962)
d.
Gelombang
Demokratisasi Balik Kedua (1958-1975)
e.
Gelombang
Demokratisasi Ketiga (1974)
f.
Gelombang
Demokratisasi Balik Ketiga (1991)
ISU-ISU KRITIS
a.
Demokrasi
dan Pembangungan
Antara
demokrasi dan pembangunan, keduanya sering dipertentangkan di saat para elite
hendak menentukan pilihan/kebijakan strategis dalam pembangunan nasional.
b.
Demokrasi
dan Radikalisme Agama
Demokrasi
dan kebangkitan agama merupakan fenomena besar di abad 20. Uniknya hubungan
antara keduanya menunjukkan wajah yang paradoksal.
c.
Demokrasi
dan Konflik
Dalam
hubungannya dengan konflik, demokrasi sering diibaratkan sebagai “pedang
bermata dua” (di satu sisi membawa berkah, di sisi lain membawa petaka). Tidak
adanya negara demokrasi yang saling berperang adalah sisi positif implikasi
yang ditimbulkan oleh demokrasi. Sebaliknya adanya fakta bahwa demokrasi juga
menimbulkan konflik SARA juga sesuatu yang tidak mudah dipungkiri.
d.
Demokrasi
dan Korupsi
Ketika laju
perkembangan demokratisasi ternyata berjalan seiring dengan korupsi, hal itu
membuat banyak pihak menjadi risau. Muncul tudingan bahwa demokrasi menjadi
penyebab suburnya korupsi.
PROSPEK DEMOKRASI
Kubu skeptis sejak awal sudah
mengingatkan betapa terjal jalan yang akan dilalui demokrasi. Dikatakan bahwa
demokrasi tidak mudah berkembang dalam realitas politik aktual. Demokrasi baru
bisa disemaikan jika tersedia lahan yang memang kondusif,dan lahan yang subur itu
ialah masyarakat individualis yang kompetitif dan berorientasi pasar.
C.
DEMOKRASI
DI INDONESIA
Dalam sejarah NKRI yang telah
lebih dari setengah abad,perkembangan demokrasi di Indonesia selalu mengalami
pasang surut. Masalahnya berkisar pada bagaimana menyusun sistem politik dengan
kepemimpinan yang cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi dan
character and nation building. Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam
empat periode :
1.
Periode
1945-1959 (Demokrasi Parlementer)
2.
Periode
1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
3.
Periode
1966-1998 (Demokrasi Pancasila)
4.
Periode
1998- sekarang (Era Reformasi)